Kamis, 07 Desember 2017

Laboratory safety

LABORATORY SAFETY

Tujuan keselamatan kerja di labolatorium  adalah Melindungi laboran/analis atau tenaga kerja lainnya atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas ,Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja (laboratorium). Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien Metoda Pencegahan Kecelakaan yaitu  Peraturan perundangan,Standarisasi,Pengawasan, Penelitian bersifat teknik yang meliputi sifat dan ciri bahan yang berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengaman, Riset medis,Penelitian psikologis,Penelitian syarat statistik,Pendidikan yang menyangkut pendidikan keselamatan dalam kurikulum teknik, Latihan-latihan,Penggairahan,Asuransi,Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan
            Pencegahan dan penanggulangan Keadaan Darurat di Laboratorium yaitu  Menggunakan Akal Sehat,Kacamata Pengaman,Bahan Kimia di Mata,Asam dan Basa,Luka karena Bahan Kimia,Luka Bakar,Tergores atau Teriris,Menghirup Bahan Beracun,Menghindari Kebakaran,Memadamkan Api, Memadamkan Api yang Membakar Pakaian,Menangani Pelarut
Berikut 15 alat keselamatan kerja di laboratorium yaitu1. Jas laboratorium berperan membuat perlindungan tubuh dari percikan bahan kimia beresiko. Macamnya ada dua yakni jas lab sekali gunakan dan jas lab berulang-kali gunakan. Jas lab sekali gunakan biasanya dipakai di laboratorium bilogi dan hewan, sesaat jas lab berulang-kali gunakan dipakai di laboratorium kimia.;2.Kaca mata keselamatan Percikan larutan kimia atau panas dapat membahayakan mata orang yang bekerja di laboratorium. Oleh karenanya, mereka harus memakai kaca mata khusus yang tahan pada potensi bahaya kimia dan panas. Kaca mata itu terdiri jadi 2 type, yakni clear safety glasses dan clear safety goggles. Clear safety glasses adalah kaca mata keselamatan umum yang dipakai membuat perlindungan mata dari percikan larutan kimia atau debu. Disamping itu, clear safety goggles dipakai membuat perlindungan mata dari percikan bahan kimia atau reaksi kimia beresiko. ;3.Sepatu  atau sepatu sandal dilarang dipakai ketika Kamu bekerja di laboratorium. Kenapa? Karena keduanya tidak dapat membuat perlindungan kaki Kamu ketika larutan atau bahan kimia yang tumpah. Sepatu umum biasanya telah cukup untuk dipakai sebagai pelindung. Tetapi, di laboratorium perusahaan besar, sepatu yang dipakai yaitu sepatu keselamatan atau sepatu safety lokal yang tahan api dan desakan tertentu. Diluar itu, terkadang disiapkan juga plastik alas sepatu untuk melindungi kebersihan laboratorium bila sepatu itu dipakai untuk keluar dari laboratorium. ;4. Pelindung muka Seperti namanya, pelindung muka (face shield) dipakai membuat perlindungan muka Kamu dari panas, api, dan percikan material panas. Alat ini umum dipakai saat mengambil alat laboratorium yang dipanaskan di tanur suhu tinggi, melebur sampel tanah di alat peleburan taraf lab, dan mengambil perlengkapan yang dipanaskan dengan autoclave. ;5. Masker gas Bahan kimia atau reaksi kimia yang dibuat dapat keluarkan gas beresiko. Oleh karenanya, masker gas sangat pas dipakai oleh Kamu hingga gas beresiko itu tidak terhirup. Diliat dari macamnya, masker gas dapat berbentuk masker gas umum yang terbuat dari kain dan masker gas khusus yang diperlengkapi material penghisap gas. ;  6. Kaos tangan (glove) membuat perlindungan tangan Kamu dari ceceran larutan kimia yang dapat bikin kulit Kamu gatal atau melepuh. Beberapa macam kaos tangan yang dipakai di lab biasanya terbuat dari karet alam, nitril, dan neoprena. ;7.Pelindung telinga yaitu pelindung telinga (hear protector). Alat ini umum dipakai membuat perlindungan teringa dari bising yang di keluarkan perlatatan tertentu, misalnya autoclave, penghalus sample tanah (crusher), sonikator, dan pencuci alat-alat gelas yang memakai ultrasonik. ;8. Pembasuh mata (eye wash) berperan membersihkan mata yang terserang cairan kimia. Cara kerjanya, bersihkan mata Kamu dengan air yang mengalir dari alat itu untuk beberapa saat. Saat membersihkan, pastikan tangan Kamu bersih hingga tidak mengganggu mata Kamu. ;9.Fire bblanket  Cairan kimia yang tumpah mungkin membuahkan api. Untuk memadamkannya, Kamu dapat memakai selimut api (fire blanket). Pastikan Kamu memakai kaos tangan saat memakai atau bersihkan alat itu. ;10. Safety shower untuk bersihkan tubuh Kamu dari larutan kimia hingga tubuh Kamu terlepas dari cedera kronis.;11. Spill neutralizers dipakai untuk menetralisir cairan kimia tumpah itu. Peralatan keselematan laboratorium ini diperlengkapi material asam dan basa. Sebagai contoh, apabila cairan yang tumpah itu asam, pakai material basa untuk menetralisirnya. ;12. First aid kits bermanfaat apabila terjadi kecelakaan enteng, misalnya tangan tergores oleh suatu benda tajam. Kotak ini biasanya diisi obat luka, gunting, perban, dan alkohol. ;13. Alat pemadam api (fire extinguishers) bermanfaat untuk memadamkan api enteng yang terjadi karena kecelakaan kerja atau sumber lain. Sebagai contoh, Kamu tengah memakai tanur dan mendadak tanur itu keluarkan api, cepatlah pakai pemadam api untuk memadamkannya. Dengan hal tersebut, api tidak merembet ke mana-mana. Setelah api padam, selekasnya hubungi bagian keamanan atau bagian pemadam kebakaran di perusahaan Kamu untuk menginvestigasi selanjutnya. ;14. Pintu keluar darurat untuk menghadapi kondisi darurat, misalnya gempa bumi dan kebakaran. Pintu ini khusus untuk dipakai untuk kondisi darurat saja dan tidak bisa dipakai untuk kepentingan umum. Oleh karenanya, pintu itu biasanya di desain tidak untuk dapat di buka dari luar laboratorium. ;15. Ruang asam  (fume hood) dipakai untuk mengambil larutan kimia yang memiliki gas beresiko (aseton, asam sulfat, asam klorida, dsb) atau mereaksikan larutan-larutan itu. Ruang asam ini diperlengkapi dengan penghisap hingga gas beresiko yang di keluarkan larutan kimia akan dihisap dan dinetralkan sebelumnya dibuang ke lingkungan.
Dengan tahu perlengkapan keselamatan kerja di labortorium kimia, Kamu dapat memimalisir kecelakaan kerja atau potensi bahaya yang ada pada lab itu. Sudah pasti, perlengkapan itu harus dipakai dengan baik dan benar. Oleh karenanya, mintalah pada penanggung jawab laboratorium agar Kamu dilatih memakai perlengkapan pelindung diri dan perlengkapan keselamatan laboratorium. Diluar itu, minta juga staf keselamatan kerja untuk mengaudit perlengkapan dan keselamatan kerja di lab itu dengan cara reguler hingga segi bahaya dapat diidentifikasi sedini mungkin.

            Contoh Keselamatan dan Kesehatan Kerja Laboratorium

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Laboratorium Kimia

Di Amerika Serikat, OSHA telah memberikan standard 29 CFR 1910.1450 untuk menghadapi pajanan kimia berbahaya di laboratorium. Tujuan dari standard laboratorium ini adalah untuk memastikan pekerja dalam laboratorium non produksi diinformasikan tentang bahaya kimia pada tempat kerjanya dan dilindungi dari pajanan kimia yang melebihi nilai ambang batas paparan. Standard laboratorium mencapai perlindungan yang diinginkan dengan chemical hygiene plan (CHP). Standard laboratorium kimia terdiri dari 5 elemen utama:
·         Identifikasi bahaya: Setiap laboratorium harus mengidentifikasi zat kimia yang dipakai oleh pekerjanya. Semua tempat zat kimia harus diberikan label yang sesuai dan Material Safety Data Sheet(MSDS) yang sesuai. Penggunaan logo globally harmonized system (GHS) juga akan memberikan kontribusi terhadap pemahaman pekerja tentang bahaya zat kimia dengan lebih mudah.
·         Chemical Hygiene Plan (CHP)/ Rencana Higiene Kimia: Tujuan dari CHP ini adalah untuk memberikan panduan yang tepat dan prosedur untuk penggunaan zat kimia dalam laboratorium. Standard laboratorium meminta CHP untuk memasukkan prosedur, peralatan, APD, dan praktik pekerjaan yang mampu untuk melindungi pekerja dari bahaya kesehatan yang muncul dari pemakaian zat kimia dalam laboratorium.
·         Informasi dan pelatihan: Pekerja laboratorium harus diberikan informasi dan pelatihan yang berkaitan dengan bahaya kimia di laboratorium. Pelatihan harus diberikan pada saat pekerja baru masuk ke laboratorium dan saat adanya zat kimia baru yang berbahaya. Selain itu, pelatihan-pelatiha itu juga harus diulang secara periodik untuk menjamin bahwa pekerja selalu mengingat prinsip-prinsip keselamatan di laboratorium.
·         Pengukuran pajanan: OSHA telah membuat permissible exposure limits (PELs), seperti telah tercantum di 29 CFR 1910, subpart Z, untuk ratusan zat kimia. PEL adalah adalah nilai konsentrasi spesifik zat kimia di udara yang dipercaya tidak akan menimbulkan dampak buruk pada pekerja. Perusahaan harus menjamin bahwa pekerja-pekerja mendapatkan pajanan dibawah angka yang sudah ditentukan OSHA. Perusahaan harus melaksanakan monitoring pajanan melalui sampling udara jika memang ada risiko pekerja terpapar pajanan melebihi batas aman. Monitoring pajanan secara periodik harus dilakukan sesuai dengan standard dengan pemberitahuan hasilnya kepada pekerja.
·         Konsultasi Medis: Perusahaan harus menyediakan pengukuran kesehatan bagi pekerja terkait dengan efek yang ditimbulkan oleh pajanan kimia. Pemeriksaan ini dapat dilakukan secara periodik atau insidental misalnya terdapat zat kimia baru ataupun ada kasus kebocoran zat kimia

Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Laboratorium Biologi

Pekerja di laboratorium biologi terpapar oleh beragam bahaya biologi seperti darah dan cairan tubuh, specimen kultur, jaringan tubuh, binatang percobaan dan bahaya biologi dari laboran lain. Beberapa bahaya biologi yang diidentifikasi oleh OSHA adalah anthraks, flu burung, botulisme (keracunan dari bakteri), penyakit menular dari makanan, hantavirus (virus dari kotoran kering,urin, ludah dari tikus), penyakit legionella, jamur, plague, ricin, SARS, cacar, tularemia (demam kelinci), viral hemorrhagic fevers (VHFs), dan flu pandemik.
Beberapa prinsip untuk keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium biologi antara lain:
·         Material Safety Data Sheets (MSDS)/ Lembar Data Keselamatan Bahan (LDKB) untuk agen infeksius: Meskipun MSDS untuk produk kimia telah tersedia di Amerika Serikat dan negara lain, namun hanya Kanada yang mengembangkan MSDS untuk agen infeksius. MSDS untuk agen infeksius termasuk dosis, viabilitas, informasi medis, bahaya di laboratorium, pencegahan yang direkomendasi, prosedur tumpahan dan pemakaian. Pemerintah Kanada menyebutnya sebagai pathogen safety data sheet (PSDS) yang tersedia di https://www.canada.ca/en/public-health/services/laboratory-biosafety-biosecurity/pathogen-safety-data-sheets-risk-assessment.html
·         Patogen menular dari darah: Di Amerika, OSHA memperkirakan terdapat 5.6 juta pekerja di industri pelayanan kesehatan dan pekerjaan terkait memiliki risiko penularan pathogen dari darah seperti HIV, hepatitis B, Hepatitis C dan yang lain. OSHA memberikan panduan untuk mengendalikan pathogen menular dari darah dalam panduan 29 CFR 1910.1030.
·         Binatang Percobaan: Semua prosedur terkait dengan binatang percobaan harus dilakukan oleh personel yang telah ditraining secara sesuai. Dengan menggunakan praktek dan APD yang sesuai, yaitu 29 CFR 1910.132(a), pekerja dapat mengurangi kemungkinan mereka akan tergigit, tergores atau terpapar oleh badan binatang, cairan binatang dan jaringan binatang.

            DAFTAR PUSTAKA
Center for Chemical Process Safety, 2016. Process Safety Beacon – October 2016 – English. [Online]
Available at: https://www.aiche.org/ccps/resources/process-safety-beacon/201610/english
[Accessed 14 November 2017].
Department of Labor USA, 2011. Laboratory Safety Guidance. [Online]
Available at: https://www.osha.gov/Publications/laboratory/OSHA3404laboratory-safety-guidance.pdf
[Accessed 15 Nov 2017].

Mannan, S., 2014. Lees’ Process Safety Essentials. 1st ed. Oxford: Elsevier Inc.

Pengelolaan limbah rumah sakit

Pengelolaan limbah rumah sakit

Limbah (menurut PP NO 12, 1995) adalah bahan sisa suatu kegiatan dan atau proses produksi. Sedangkan limbah rumah sakit menurut Permenkes RI nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas.
Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme bergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang. Limbah cair rumah sakit dapat mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dan parameter BOD, COD, TSS, dan lain-lain. Sementara limbah padat rumah sakit terdiri atas sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dan lain-lain. Limbah-limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan oleh teknik pelayanan kesehatan yang kurang memadai, kesalahan penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang masih buruk. Limbah benda tajam adalah semua benda yang mempunyai permukaan tajam yang dapat melukai / merobek permukaan tubuh.
Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insinerator, dapur, perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan obat citotoksik. Limbah sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup.
Pengelolaan Limbah Rumah Sakit ada 2 yaitu
 Limbah padat untuk memudahkan mengenal jenis limbah yang akan dimusnahkan, perlu dilakukan penggolongan limbah. Dalam kaitan dengan pengelolaan, limbah medis dikategorikan menjadi 5 golongan sebabagi berikut :
Golongan A : Dressing bedah, swab dan semua limbah terkontaminasi dari kamar bedah.Bahan-bahan kimia dari kasus penyakit infeksi.Seluruh jaringan tubuh manusia (terinfeksi maupun tidak), bangkai/jaringan  hewan dari laboratorium dan hal-hal lain yang berkaitan dengan swab dan dreesing.
Golongan B :Syringe bekas, jarum, cartridge, pecahan gelas dan benda-benda tajam lainnya.
Golongan C :Limbah dari ruang laboratorium dan postpartum kecuali yang termasuk dalam golongan A
Golongan D :Limbah bahan kimia dan bahan-bahan farmasi tertentu.
Golongan E :Pelapis Bed-pan Disposable, urinoir, incontinence-pad, dan stomach. Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah medis perlu dilakukan pemisahan penampungan, pengangkutan, dan pengelolaan limbah pendahuluan.

    Limbah Cair rumah sakit mengandung bermacam-macam mikroorganisme, bahan-bahan organik dan an-organik. Beberapa contoh fasilitas atau Unit Pengelolaan Limbah (UPL) di rumah sakit antara lain sebagai berikut:
a. Kolam Stabilisasi Air Limbah (Waste Stabilization Pond System)
Sistem pengelolaan ini cukup efektif dan efisien kecuali masalah lahan, karena kolam stabilisasi memerlukan lahan yang cukup luas; maka biasanya dianjurkan untuk rumah sakit di luar kota (pedalaman) yang biasanya masih mempunyai lahan yang cukup. Sistem ini terdiri dari bagian-bagian yang cukup sederhana yakni : Pump Swap (pompa air kotor), Stabilization Pond (kolam stabilisasi) 2 buah,Bak Klorinasi,Control room (ruang kontrol),Inlet, Incinerator antara 2 kolam stabilisasi,Outlet dari kolam stabilisasi menuju sistem klorinasi.
b. Kolam oksidasi air limbah (Waste Oxidation Ditch Treatment System)
Sistem ini terpilih untuk pengolahan air limbah rumah sakit di kota, karena tidak memerlukan lahan yang luas. Kolam oksidasi dibuat bulat atau elips, dan air limbah dialirkan secara berputar agar ada kesempatan lebih lama berkontak dengan oksigen dari udara (aerasi). Kemudian air limbah dialirkan ke bak sedimentasi untuk mengendapkan benda padat dan lumpur. Selanjutnya air yang sudah jernih masuk ke bak klorinasi sebelum dibuang ke selokan umum atau sungai. Sedangkan lumpur yang mengendap diambil dan dikeringkan pada Sludge drying bed (tempat pengeringan Lumpur). Sistem kolam oksidasi ini terdiri dari :Pump Swap (pompa air kotor), Oxidation Ditch (pompa air kotor),Sedimentation Tank (bak pengendapan),Chlorination Tank (bak klorinasi),Sludge Drying Bed ( tempat pengeringan lumpur, biasanya 1-2 petak),Control Room (ruang kontrol)
c. Anaerobic Filter Treatment System
Sistem pengolahan melalui proses pembusukan anaerobik melalui filter/saringan, air limbah tersebut sebelumnya telah mengalami pretreatment dengan septic tank (inchaff tank). Proses anaerobic filter treatment biasanya akan menghasilkan effluent yang mengandung zat-zat asam organik dan senyawa anorganik yang memerlukan klor lebih banyak untuk proses oksidasinya. Oleh sebab itu sebelum effluent dialirkan ke bak klorida ditampung dulu di bak stabilisasi untuk memberikan kesempatan oksidasi zat-zat tersebut di atas, sehingga akan menurunkan jumlah klorin yang dibutuhkan pada proses klorinasi nanti.
Sistem Anaerobic Treatment terdiri dari komponen-komponen antara lain sebagai berikut : Pump Swap (pompa air kotor),Septic Tank (inhaff tank),Anaerobic filter.,Stabilization tank (bak stabilisasi),Chlorination tank (bak klorinasi), Sludge drying bed (tempat pengeringan lumpur),Control room (ruang kontrol)
Sesuai dengan debit air buangan dari rumah sakit yang juga tergantung dari besar kecilnya rumah sakit, atau jumlah tempat tidur, maka kontruksi Anaerobic Filter Treatment Systemdapat disesuaikan dengan kebutuhan tersebut, misalnya :Volume septic tank,Jumlah anaerobic filter,Volume stabilization tank,Jumlah chlorination tank,Jumlah sludge drying bed
,Perkiraan luas lahan yang diperlukan.
Secara singkat pengelolaan pengelolaan dan pembuangan limbah medis adalah sebagai berikut :
 Pengumpulan ( Pemisahan Dan Pengurangan )
Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang kontinyu yang pelaksanaannya harus mempertimbangkan : kelancaran penanganan dan penampungan sampah, pengurangan volume dengan perlakuan pemisahan limbah B3 dan non B3 serta menghindari penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis sampah untuk efisiensi biaya, petugas dan pembuangan.
 Penampungan
Penampungan sampah ini wadah yang memiliki sifat kuat, tidak mudah bocor atau berlumut, terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak overload. Penampungan dalam pengelolaan sampah medis dilakukan perlakuan standarisasi kantong dan kontainer seperti dengan menggunakan kantong yang bermacam warna seperti telah ditetapkan dalam Permenkes RI no. 986/Men.Kes/Per/1992 dimana kantong berwarna kuning dengan lambang biohazard untuk sampah infeksius, kantong berwarna ungu dengan simbol citotoksik untuk limbah citotoksik, kantong berwarna merah dengan simbol radioaktif untuk limbah radioaktif dan kantong berwarna hitam dengan tulisan “domestik”

 Pengangkutan
Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong sebagai yang sudah diberi label, dan dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus.

Keberagaman sampah/limbah rumah sakit memerlukan penanganan yang baik sebelum proses pembuangan. Sayang sebagian besar pengelolaan limbah medis (medical waste) RS masih di bawah standar lingkungan karena umumnya dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah dengan sistem open dumping atau dibuang di sembarang tempat. Bila pengelolaan limbah tak dilaksanakan secara saniter, akan menyebabkan gangguan bagi masyarakat di sekitar RS dan pengguna limbah medis. Agen penyakit limbah RS memasuki manusia (host) melalui air, udara, makanan, alat, atau benda. Agen penyakit bisa ditularkan pada masyarakat sekitar, pemakai limbah medis, dan pengantar orang sakit.
Berbagai cara dilakukan RS untuk mengolah limbahnya. Tahap penanganan limbah adalah pewadahan, pengumpulan, pemindahan pada transfer depo, pengangkutan, pemilahan, pemotongan, pengolahan, dan pembuangan akhir. Pembuangan akhir ini bisa berupa sanitary fill, secured landfill, dan open dumping.
Mencegah limbah RS memasuki lingkungan dimaksudkan untuk mengurangi keterpajanan (exposure) masyarakat. Tindakan ini bisa mencegah bahaya dan risiko infeksi pengguna limbah. Tindakan pencegahan lain yang mudah, jangan mencampur limbah secara bersama. Untuk itu tiap RS harus berhati-hati dalam membuang limbah medis.
Ada beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai resiko untuk mendapat gangguan karena buangan rumah sakit. Pertama, pasien yang datang ke Rumah Sakit untuk memperoleh pertolongan pengobatan dan perawatan Rumah Sakit. Kelompok ini merupakan kelompok yang paling rentan. Kedua, karyawan Rumah sakit dalam melaksanakan tugas sehari-harinya selalu kontak dengan orang sakit yang merupakan sumber agen penyakit. Ketiga, pengunjung/pengantar orang sakit yang berkunjung ke rumah sakit, resiko terkena gangguan kesehatan akan semakin besar. Keempat, masyarakat yang bermukim di sekitar Rumah Sakit, lebih-lebih lagi bila Rumah sakit membuang hasil buangan Rumah Sakit tidak sebagaimana mestinya ke lingkungan sekitarnya. Akibatnya adalah kualitas lingkungan menjadi menurun dengan akibat lanjutannya adalah menurunnya derajat kesehatan masyarakat di lingkungan tersebut. Oleh karena itu, rumah sakit wajib melaksanakan pengelolaan buangan rumah sakit yang baik dan benar dengan melaksanakan kegiatan Sanitasi Rumah Sakit.
Aspek pengelolaan limbah telah berkembang pesat seiring lajunya pembangunan. Konsep lama yang lebih menekankan pengelolaan limbah setelah terjadinya limbah (end-of-pipe approach) membawa konsekuensi ekonomi biaya tinggi. Kini telah berkembang pemikiran pengelolaan limbah dikenal sebagai Sistem Manajemen Lingkungan. Dengan pendekatan sistem itu, tak hanya cara mengelola limbah sebagai by product (output), tetapi juga meminimalisasi limbah. Pengelolaan limbah RS ini mengacu Peraturan Menkes No 986/Menkes/Per/XI/ 1992 dan Keputusan Dirjen P2M PLP No HK.00.06.6.44,tentang petunjuk teknis Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit. Intinya penyelamatan anak harus di nomorsatukan, kontaminasi agen harus dicegah, limbah yang dibuang harus tak berbahaya, tak infeksius, dan merupakan limbah yang tidak dapat digunakan kembali.

Rumah sakit sebagai bagian lingkungan yang menyatu dengan masyarakat harus menerapkan prinsip ini demi menjamin keamanan limbah medis yang dihasilkan dan tak melahirkan masalah baru bagi kesehatan di Indonesia.
Semestinya lingkungan rumah sakit menjadi tempat yang mendukung bagi pemulihan kesehatan pasien sebagai “Environtment of Care” dalam kerangka “Patient Safety” yang dicanangkan oleh organisasi kesehatan dunia WHO. Oleh karena itu rumah sakit harus bersih dan bebas dari sumber penyakit. Kebersihan yang dimaksud adalah keadaan atau kondisi yang bebas dari bahaya dan resiko minimal bagi terjadinya infeksi silang.
Rumah sakit juga harus menjadi contoh bagi masyarakat untuk membudayakan kebersihan dan upaya peningkatan kebersihan rumah sakit harus terus-menerus dilaksanakan dengan menggiatkan program supervisi, monitoring dan evaluasi agar kebersihan dapat dipertahankan dan ditingkatkan dari waktu ke waktu.

            DAFTAR PUSTAKA

1.Arifin, M., 2008, ‘Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan’, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia,

2.Depkes RI 2009 , ’Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan Lainnya’. Jakarta

3.Kusminarno, K., 2004, ‘Manajemen Limbah Rumah Sakit’, Jakarta

4.Nainggolan, R., Elsa, Musadad A., 2008, ‘Kajian Pengelolaan Limbah Padat Medis Rumah Sakit’, Jakarta

5.Notoadmodjo, S., 2007, ‘Ilmu Kesehatan Masyarakat’, Rineka Cipta, Jakarta

6. Paramita, N., 2007, ‘Evaluasi Pengelolaan Sampah Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto’, Jurnal Presipitasi Vol. 2 No.1 Maret 2007, Issn 1907-187x, Semarang

7.Permenkes RI nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit

8.Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI.http://www.depkes.go.id


9.Shofyan, M., 2010, ‘Jenis Limbah Rumah Sakit Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Serta Lingkungan’, UPI

Manajemen bahan berbahaya dan beracun

Manajemen bahan berbahaya dan beracun

            Pengertian B3 atau Bahan Berbahaya dan Beracun menurut OSHA (Occupational Safety and Health of the United State Government) adalah bahan yang karena sifat kimia maupun kondisi fisiknya berpotensi menyebabkan gangguan pada kesehatan manusia, kerusakan properti dan atau lingkungan.
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, B3 didefinisikan sebagai bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
            Jenis dan Penggolongan Bahan Berbahaya dan Beracun
Pemerintah Indonesia telah menerbitkan beberapa peraturan terkait pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun. Peraturan-peraturan tersebut berisikan bagaimana pengelolaan B3 dan tentunya jenis-jenis dan pengelompokkan (penggolongan) Bahan Berbahaya dan Beracun.
            Salah satu peraturan yang mengatur pengelolaan B3 adalah Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun. Dalam PP ini, B3 diklasifikasikan menjadi Mudah meledak (explosive), yaitu bahan yang pada suhu dan tekanan standar (25 0C, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan di sekitarnya;Pengoksidasi (oxidizing), yaitu bahan yang memiliki waktu pembakaran sama atau lebih pendek dari waktu pembakaran senyawa standar.;sangat mudah sekali menyala (extremely flammable), yaitu B3 padatan dan  cairan yang memiliki titik nyala di bawah 0 derajat C dan titik didih lebih rendah atau sama dengan 35 0C.;sangat mudah menyala (highly flammable), yaitu bahan yang memiliki titik nyala 0-210C;Mudah menyala (flammable).;Amat sangat beracun (extremely toxic);Sangat beracun (highly toxic);
Beracun (moderately toxic), yaitu bahan yang bersifat racun bagi manusia dan akan menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, kulit atau mulut.;berbahaya (harmful), yaitu bahan baik padatan maupun cairan ataupun gas yang jika terjadi kontak atau melalui inhalasi ataupun oral dapat menyebabkan bahaya terhadap kesehatan sampai tingkat tertentu.;Korosif (corrosive), yaitu bahan yang menyebabkan iritasi pada kulit, menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja SAE 1020 dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun, atau mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk B3 bersifat asam dan sama atau lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa.;Bersifat iritasi (irritant), yaitu bahan padat atau cair yang jika terjadi kontak secara langsung, dan apabila kontak tersebut terus menerus dengan kulit atau selaput lendir dapat menyebabkan peradangan.;Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment), yaitu bahaya yang ditimbulkan oleh suatu bahan seperti merusak lapisan ozon (misalnya CFC), persisten di lingkungan (misalnya PCBs), atau bahan tersebut dapat merusak lingkungan.;Karsinogenik (carcinogenic), yaitu bahan yang dapat menyebabkan sel kanker.;Teratogenik (teratogenic), yaitu bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan embrio.;Mutagenik (mutagenic), yaitu bahan yang menyebabkan perubahan kromosom (merubah genetika).
            Jadi , daerah daerah yang berisiko seperti laboratorium,radiologi,dansebagainya yang ada di rumahsakit harus di tetapkan sebagai daerah yang berbahaya dengan menggunakan kode warna ataupun denah lokasi dan di sosialisasikan kepada seluruh penghuni rumah sakit maupun petugas atau orang yang bersangkutan  mengetahui betul jenis bahan dan cara penanganannya dengan melihat SOP yang tlah di tetapkan.

            DAFTAR PUSTAKA

Buku standard kesehatan dan keselamatan kerja oleh keputusan menteri kesehatan


Pengendalian bahan infeksius

Pengendalian bahan infeksius

            Health-care Associated Infections (HAIs)” merupakan komplikasi yang paling sering terjadi di pelayanan kesehatan. HAIs selama ini dikenal sebagai Infeksi Nosokomial atau disebut juga sebagai Infeksi di rumah sakit ”Hospital-Acquired Infections” merupakan persoalan serius karena dapat menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien. Kalaupun tak berakibat kematian, pasien dirawat lebih lama sehingga pasien harus membayar biaya rumah sakit yang lebih banyak.
            HAIs adalah penyakit infeksi yang pertama muncul (penyakit infeksi yang tidak berasal dari pasien itu sendiri) dalam waktu antara 48 jam dan empat hari setelah pasien masuk rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lainnya, atau dalam waktu 30 hari setelah pasien keluar dari rumah sakit. Dalam hal ini termasuk infeksi yang didapat dari rumah sakit tetapi muncul setelah pulang dan infeksi akibat kerja terhadap pekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
            Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) sangat Penting untuk melindungi pasien, petugas juga pengunjung dan keluarga dari resiko tertularnya infeksi karena dirawat, bertugas juga berkunjung ke suatu rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Keberhasilan program PPI perlu keterlibatan lintas profesional: Klinisi, Perawat, Laboratorium, Kesehatan Lingkungan, Farmasi, Gizi, IPSRS, Sanitasi & Housekeeping, dan lain-lain sehingga perlu wadah berupa Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
            Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas penjamu, agen infeksi (pathogenesis, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi factor resiko pada penjamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan.
Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari:Peningkatan daya tahan penjamu, dapat  pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh; Inaktivasi agen penyebab infeksi, dapat dilakukan  metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi; Memutus mata rantai penularan. Merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya bergantung kepeda ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan.
Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu “Isolation Precautions” (Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari 2 pilar/tingkatan, yaitu “Standard Precautions” (Kewaspadaan Standar) dan “Transmission based Precautions” (Kewaspadaan berdasarkan cara penularan); Tindakan pencegahan paska pajanan (“Post Exposure Prophylaxis”/PEP) terhadap petugas kesehatan. Berkaitan  pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah atau cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapatkan perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV.
            Oleh karena itu staff  pekerja di Rumah Sakit harus sesuai standar operasional prosedur (SOP) agar infeksi tidak terjadi.







DAFTAR PUSTAKA
            1.Potter, P.A, Perry, A.G.Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,Proses, dan Praktik.Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa : RenataKomalasari,dkk.Jakarta:EGC.2005
            2.Potter, P.A, Perry, A.G.Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,Proses, Dan Praktik.Edisi 4.Volume 1.Alih Bahasa : Yasmin Asih, dkk.Jakarta : EGC.2005

            3.Linda Tietjen, dkk. 2004. Panduan Pencegahan Infeksi. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Manajemen Penanggulangan kebakaran

Manajemen penanggulangan kebakaran

            Ancaman bahaya yang umum terjadi pada suatu bangunan adalah kebakaran. Oleh sebab itu dalam menyoroti suatu bangunan khususnya dari sisi bahaya kebakaran, maka bangunan tersebut jangan dilihat hanya suatu produk yang sudah jadi. Bangunan dari sisi kebakaran harus dilihat sebagai hasil dari suatu proses yang akan diamanfaatkan oleh orang banyak. Risiko kebakaran yang terjadi pada suatu bangunan dapat berakibat sangat fatal, diantaranya terhentinya kegiatan usaha. Bahkan suatu perusahaan sampai menutup usahanya karena seluruh fasilitanya terbakar. Upaya penanggulangan kebakaran pada suatu bangunan tidak semudah membalik tangan, namun membutuhkan metode, proses dan konsistensi dalam aplikasinya. Kebakaran  adalah api yang tidak dikehendaki. Boleh jadi api itu kecil, tetapi
apabila tidak dikehendaki adalah temasuk kebakaran. Hampir terbakarpun artinya adalah kebakaran.
            Manajeman penanggulangan kebakaran yang pertama ialah Pre Fire control yang artinya kita dapat Identifikasi potensi bahaya kebakaran,Identifikasi tingkat ancaman bahaya kebakaran,Identifikasi scenario,Perencanaan tanggap darurat,Perencanaan system proteksi kebakaran,Pelatihan. Yang kedua ialahh In Case Fire Control artinya kita dapat Deteksi alarm, Padamkan,Lokalisir,Evakuasi,Rescue,Amankan. Yang ketiga ialah Post Fire Control artinya kita dapat Investigasi,Analisis,Rekomendasi,Rehabilitasi.
            Pencegahan dan penanggulangan kebakaran ialah Tersedia APAR sesuai dengan Norma Standar Pedoman dan Manual (NSPM) kebakaran seperti yang diatur oleh Permenaker No.4 tahun 1980,HIDRAN terpasang dan berfungsi dengan baik
dan tersedia air yang cukup sesuai denganaturan yang telah ditetapkan,Tersedia alat penyemprot air (sprinkler) dengan jumlah yang memenuhi kebutuhan luas area,Tersedia koneksi siomese,Tersedia pompa HIDRAN dengan generator cadangan,Tersedia dan tercukupi air untuk pemadaman kebakaran,Tersedia instalasi alarm kebakaran automatik
sesuai dengan Permenaker No.2 Tahun 1983.
            Jadi, untuk mecegah kebakaran ialah  segala upaya untuk menghindarkan terjadinya kebakaran. Seorang pengawas harus mampu menetapkan rekomendasi syarat apa yang sesuai dengan keadaan yang ditemukan dilapangan sewaktu inspeksi. Dan  diharapkan rumahsakit  dapat melakukan pencegahan akan terjadinya kebakaran sejak dini.

            DAFTAR PUSTAKA


Buku Standard K3 Oleh keputusan menteri kesehatan

Penanganan dan perawatan terkait dengan risiko bahaya yang di timbulkan

PENANGANAN DAN PERAWATAN TERKAIT DENGAN RISIKO BAHAYA YANG DI TIMBULKAN( TABUNG GAS BERTEKANAN,JARUM SUNTIK, PANEL LISTRIK)


            Saat ini tabung gas bertekanan banyak digunakan untuk pengelasan (oksigen dan asetilen), kebutuhan di oksigen di rumah sakit, SCBA, bahan bakar pada rumah tangga (elpiji) ataupun di Industri (CNG). Sangat penting sekali untuk mengetahui penggunaan yang aman pada tabung gas bertekanan untuk menghindarkan dari kecelakaan ataupun kebakaran karena salah dalam penangannya.
            Tabung gas bertekanan bisa berbahaya apabila penangannya tidak sesuai, penanganan yang tepat membutuhkan keahlian khusus. Beberapa jenis tabung gas bertekanan antara lain
 Mudah terbakar,Tdk mudah terbakar,Oksidator, Gas beracun.
            Para pekerja medis memiliki risiko terluka karena jarum suntik serta perlengkapan medis lainnya yang biasa digunakan untuk menyuntik atau menyayat kulit (perlengkapan tajam). Berdasarkan estimasi, 600.000 luka tusuk jarum suntik yang dialami oleh para pekerja medis di Amerika Serikat setiap tahunnya berpotensi menularkan penyakit seperti hepatitis B, hepatitis C, dan HIV. Setiap luka yang disebabkan oleh jarum suntik (atau perlengkapan medis tajam lainnya) dapat terjadi dengan mudah dan berpotensi menimbulkan infeksi; jadi penderita luka tusuk jarum suntik harus segera melakukan tindakan pencegahan agar infeksi tidak terjadi.
            Langkah yang di lakukan untuk pertolongan pertama adalah pertama,Keluarkan darah dari area yang tertusuk jarum.Lakukan dengan cara membiarkan area luka yang berdarah di bawah air mengalir selama beberapa menit.kedua, Cuci luka tersebut. Bersihkan area yang tertusuk jarum suntik atau benda tajam lainnya dengan lembut. Gunakan sabun yang banyak setelah Anda mengeluarkan darah dari lukanya dan cuci dengan air..ketiga, Keringkan dan tutup luka. Gunakan material yang steril untuk mengeringkan luka dan segera balut luka dengan plester antiair atau kain kasa.keempat, Bersihkan bagian tubuh Anda yang lain dari bercak darah dan cairan yang berasal dari dalam jarum suntik dengan air.kelima, Lepas dan ganti pakaian yang berpotensi terkontaminasi. Masukkan pakaian di dalam tas khusus yang disegel untuk nantinya dicuci dan disterilisasi. Langkah yang di lakukan untuk pertolongan kedua ialah meminta bantuan medis. Langkah yang di lakukan untuk pertolongan ketiga ialah menindaklanjuti masalah yang terjadi .
                Dan untuk panel listrik Untuk rumah sakit yang memiliki kapasitas daya listrik tersambung dari PlN minimal 200 KVA disarankan agar sudah memiliki sistem jaringan listrik Tegangan Menengah 20 KV Uaringan listrik TM 20 KV), sesuai pedoman bahwa rumah sakit kelas B mempunyai Kapasitas daya listrik ± 1 MVA (1000 KVA),Kapasitas dan instalasi listrik terpasang memenuhi standar Pull,Untuk kamar bedah, ICU, ICCU menggunakan catu daya khusus dengan sistem catu daya Cadangan otomatis dua lapis (generator dan UPS/UninteruptabLe Power SuppLy). Harus tersedia ruang UPS minimal 2 x 3 m2 (sesuai kebutuhan) terletak di gedung COT, ICU, ICCU, dan diberi pendingin ruangan.
                Jadi , untuk penanganan dan perawatan berisiko berbahaya kita sebagai perawat harus mengetahui terlebih dahulu melakukan pertolongan pertama  yang akan di lakukan jika risiko itu terjadi.

            DAFTAR PUSTAKA


https://nuruddinmh.wordpress.com/2012/03/13/keselamatan-pada-tabung-gas-bertekanan/

Penggunaan Alat Pelindung Diri ( APD )

PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI

            Semua tenaga kesehatan harus menggunakan alat pelindung diri (APD) untuk menghindari paparan darah dan bahan berbahaya lainnya. Praktek kerja yang aman, kontrol mesin yang sesuai dan perbaikan berkala merupakan kegiatan yang mendukung keselamatan tenaga kesehatan. Alat pelindung diri (APD) merupakan suatu alat yang dipakai untuk melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja, dimana secara teknis dapat mengurangi tingkat keparahan dari kecelakaan kerja yang terjadi.Peralatan pelindung diri tidak menghilangkan atau pun mengurangi bahaya yang ada. Peralatan ini hanya mengurangi jumlah kontak dengan bahaya dengan cara penempatan penghalang antara tenaga kerja dengan bahaya.Pada area dekontaminasi dan pencucian, sangat penting untuk menggunakan APD ialah Penutup muka atau google, Penutup rambut (cap), Masker,Pakaian khusus,Apron plastik yang dapat dicuci ulang, Sarung tangan tebal dan panjang, Sepatu boot yang tahan air.
            Pada area pengemasan dan sterilisasi APD dapat berbeda sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan. Dalam melakukan inspeksi instrumen maka menggunakan sarung tangan latex sederhanam penutup rambut dan pakaian khusus.Dalam menjalankan autoclave atau oven maka menggunakan sarung tangan tahan panas, penutup rambut dan pakaian khusus.Untuk melakukan kegiatan lainnya cukup menggunakan penutup rambut dan pakaian khusus.
            Pada area penyimpanan instrumen steril, selalu menggunakan penutup rambut dan pakaian khusus. Kegiatan cuci tangan dilakukan sebelum masuk ke area penyimpanan.
            Saat menggunakan disinfektan atau bahan kimia lainnya, APD yang digunakan mengikuti persyaratan dari bahan kimia tersebut.
            APD digunakan untuk melindungi tenaga kesehatan. Sebelum menolong pasien maka harus dipastikan tenaga kesehatan mengerti dan mematuhi cara melindungi diri mereka masing-masing
            Maka,manfaat dari penggunaan APD Ialah untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan adanya potensi bahaya/kecelakaan kerja serta mengurangi resiko penyakit akibat kecelakaan.Dan Sebaiknya dilakukan penyuluhan tentang APD kepada tenaga kesehatan agar dapat mengurangi angka kecelakaan, lalu Setiap pekerja sebaiknya menggunakan APD,untuk penggunaan APD sebaiknya sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja.

            DAFTAR PUSTAKA

http://makalahpendidikanteknikmesin.blogspot.com/2012/03/aalat-pelindung-diri-untuk-memenuhi.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Alat_pelindung_diri