Pengelolaan
limbah rumah sakit
Limbah (menurut PP NO 12, 1995)
adalah bahan sisa suatu kegiatan dan atau proses produksi. Sedangkan limbah
rumah sakit menurut Permenkes RI nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit adalah semua limbah yang
dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas.
Limbah rumah sakit bisa
mengandung bermacam-macam mikroorganisme bergantung pada jenis rumah sakit,
tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang. Limbah cair rumah sakit
dapat mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dan parameter
BOD, COD, TSS, dan lain-lain. Sementara limbah padat rumah sakit terdiri atas
sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dan lain-lain. Limbah-limbah
tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia
beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke
lingkungan rumah sakit yang disebabkan oleh teknik pelayanan kesehatan yang
kurang memadai, kesalahan penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan,
serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang masih buruk. Limbah
benda tajam adalah semua benda yang mempunyai permukaan tajam yang dapat
melukai / merobek permukaan tubuh.
Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas
yang berasal dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insinerator,
dapur, perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan obat citotoksik. Limbah
sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan
pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan
untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup.
Pengelolaan Limbah Rumah Sakit
ada 2 yaitu
Limbah padat
untuk memudahkan mengenal jenis limbah yang akan dimusnahkan, perlu dilakukan
penggolongan limbah. Dalam kaitan dengan pengelolaan, limbah medis
dikategorikan menjadi 5 golongan sebabagi berikut :
Golongan A : Dressing bedah, swab dan
semua limbah terkontaminasi dari kamar bedah.Bahan-bahan kimia dari kasus
penyakit infeksi.Seluruh jaringan tubuh manusia (terinfeksi maupun tidak),
bangkai/jaringan hewan dari laboratorium
dan hal-hal lain yang berkaitan dengan swab dan dreesing.
Golongan B :Syringe bekas, jarum,
cartridge, pecahan gelas dan benda-benda tajam lainnya.
Golongan C :Limbah dari ruang
laboratorium dan postpartum kecuali yang termasuk dalam golongan A
Golongan D :Limbah bahan kimia dan
bahan-bahan farmasi tertentu.
Golongan E :Pelapis Bed-pan Disposable,
urinoir, incontinence-pad, dan stomach. Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah
medis perlu dilakukan pemisahan penampungan, pengangkutan, dan pengelolaan
limbah pendahuluan.
Limbah
Cair rumah sakit mengandung bermacam-macam mikroorganisme, bahan-bahan organik
dan an-organik. Beberapa contoh fasilitas atau Unit Pengelolaan Limbah (UPL) di
rumah sakit antara lain sebagai berikut:
a. Kolam Stabilisasi Air Limbah
(Waste Stabilization Pond System)
Sistem pengelolaan ini cukup
efektif dan efisien kecuali masalah lahan, karena kolam stabilisasi memerlukan
lahan yang cukup luas; maka biasanya dianjurkan untuk rumah sakit di luar kota
(pedalaman) yang biasanya masih mempunyai lahan yang cukup. Sistem ini terdiri
dari bagian-bagian yang cukup sederhana yakni : Pump Swap (pompa air kotor),
Stabilization Pond (kolam stabilisasi) 2 buah,Bak Klorinasi,Control room (ruang
kontrol),Inlet, Incinerator antara 2 kolam stabilisasi,Outlet dari kolam
stabilisasi menuju sistem klorinasi.
b. Kolam oksidasi air limbah
(Waste Oxidation Ditch Treatment System)
Sistem ini terpilih untuk
pengolahan air limbah rumah sakit di kota, karena tidak memerlukan lahan yang
luas. Kolam oksidasi dibuat bulat atau elips, dan air limbah dialirkan secara
berputar agar ada kesempatan lebih lama berkontak dengan oksigen dari udara
(aerasi). Kemudian air limbah dialirkan ke bak sedimentasi untuk mengendapkan
benda padat dan lumpur. Selanjutnya air yang sudah jernih masuk ke bak
klorinasi sebelum dibuang ke selokan umum atau sungai. Sedangkan lumpur yang
mengendap diambil dan dikeringkan pada Sludge drying bed (tempat pengeringan
Lumpur). Sistem kolam oksidasi ini terdiri dari :Pump Swap (pompa air kotor),
Oxidation Ditch (pompa air kotor),Sedimentation Tank (bak pengendapan),Chlorination
Tank (bak klorinasi),Sludge Drying Bed ( tempat pengeringan lumpur, biasanya
1-2 petak),Control Room (ruang kontrol)
c.
Anaerobic Filter Treatment System
Sistem pengolahan melalui proses
pembusukan anaerobik melalui filter/saringan, air limbah tersebut sebelumnya
telah mengalami pretreatment dengan septic tank (inchaff tank). Proses
anaerobic filter treatment biasanya akan menghasilkan effluent yang mengandung
zat-zat asam organik dan senyawa anorganik yang memerlukan klor lebih banyak
untuk proses oksidasinya. Oleh sebab itu sebelum effluent dialirkan ke bak
klorida ditampung dulu di bak stabilisasi untuk memberikan kesempatan oksidasi
zat-zat tersebut di atas, sehingga akan menurunkan jumlah klorin yang
dibutuhkan pada proses klorinasi nanti.
Sistem Anaerobic Treatment terdiri dari
komponen-komponen antara lain sebagai berikut : Pump Swap (pompa air kotor),Septic
Tank (inhaff tank),Anaerobic filter.,Stabilization tank (bak stabilisasi),Chlorination
tank (bak klorinasi), Sludge drying bed (tempat pengeringan lumpur),Control
room (ruang kontrol)
Sesuai dengan debit air buangan
dari rumah sakit yang juga tergantung dari besar kecilnya rumah sakit, atau
jumlah tempat tidur, maka kontruksi Anaerobic Filter Treatment Systemdapat
disesuaikan dengan kebutuhan tersebut, misalnya :Volume septic tank,Jumlah
anaerobic filter,Volume stabilization tank,Jumlah chlorination tank,Jumlah
sludge drying bed
,Perkiraan luas lahan yang diperlukan.
Secara singkat pengelolaan
pengelolaan dan pembuangan limbah medis adalah sebagai berikut :
Pengumpulan ( Pemisahan Dan Pengurangan )
Proses pemilahan dan reduksi sampah
hendaknya merupakan proses yang kontinyu yang pelaksanaannya harus
mempertimbangkan : kelancaran penanganan dan penampungan sampah, pengurangan
volume dengan perlakuan pemisahan limbah B3 dan non B3 serta menghindari
penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian label yang jelas dari
berbagai jenis sampah untuk efisiensi biaya, petugas dan pembuangan.
Penampungan
Penampungan sampah ini wadah yang
memiliki sifat kuat, tidak mudah bocor atau berlumut, terhindar dari sobek atau
pecah, mempunyai tutup dan tidak overload. Penampungan dalam pengelolaan sampah
medis dilakukan perlakuan standarisasi kantong dan kontainer seperti dengan
menggunakan kantong yang bermacam warna seperti telah ditetapkan dalam
Permenkes RI no. 986/Men.Kes/Per/1992 dimana kantong berwarna kuning dengan
lambang biohazard untuk sampah infeksius, kantong berwarna ungu dengan simbol
citotoksik untuk limbah citotoksik, kantong berwarna merah dengan simbol
radioaktif untuk limbah radioaktif dan kantong berwarna hitam dengan tulisan
“domestik”
Pengangkutan
Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu
pengangkutan intenal dan eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik
penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site).
Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong sebagai yang sudah
diberi label, dan dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana dilengkapi
dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus.
Keberagaman sampah/limbah rumah
sakit memerlukan penanganan yang baik sebelum proses pembuangan. Sayang
sebagian besar pengelolaan limbah medis (medical waste) RS masih di bawah
standar lingkungan karena umumnya dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA)
sampah dengan sistem open dumping atau dibuang di sembarang tempat. Bila
pengelolaan limbah tak dilaksanakan secara saniter, akan menyebabkan gangguan
bagi masyarakat di sekitar RS dan pengguna limbah medis. Agen penyakit limbah
RS memasuki manusia (host) melalui air, udara, makanan, alat, atau benda. Agen
penyakit bisa ditularkan pada masyarakat sekitar, pemakai limbah medis, dan
pengantar orang sakit.
Berbagai cara dilakukan RS untuk
mengolah limbahnya. Tahap penanganan limbah adalah pewadahan, pengumpulan,
pemindahan pada transfer depo, pengangkutan, pemilahan, pemotongan, pengolahan,
dan pembuangan akhir. Pembuangan akhir ini bisa berupa sanitary fill, secured
landfill, dan open dumping.
Mencegah limbah RS memasuki
lingkungan dimaksudkan untuk mengurangi keterpajanan (exposure) masyarakat.
Tindakan ini bisa mencegah bahaya dan risiko infeksi pengguna limbah. Tindakan
pencegahan lain yang mudah, jangan mencampur limbah secara bersama. Untuk itu
tiap RS harus berhati-hati dalam membuang limbah medis.
Ada beberapa kelompok masyarakat
yang mempunyai resiko untuk mendapat gangguan karena buangan rumah sakit.
Pertama, pasien yang datang ke Rumah Sakit untuk memperoleh pertolongan
pengobatan dan perawatan Rumah Sakit. Kelompok ini merupakan kelompok yang
paling rentan. Kedua, karyawan Rumah sakit dalam melaksanakan tugas
sehari-harinya selalu kontak dengan orang sakit yang merupakan sumber agen
penyakit. Ketiga, pengunjung/pengantar orang sakit yang berkunjung ke rumah
sakit, resiko terkena gangguan kesehatan akan semakin besar. Keempat,
masyarakat yang bermukim di sekitar Rumah Sakit, lebih-lebih lagi bila Rumah
sakit membuang hasil buangan Rumah Sakit tidak sebagaimana mestinya ke
lingkungan sekitarnya. Akibatnya adalah kualitas lingkungan menjadi menurun
dengan akibat lanjutannya adalah menurunnya derajat kesehatan masyarakat di
lingkungan tersebut. Oleh karena itu, rumah sakit wajib melaksanakan
pengelolaan buangan rumah sakit yang baik dan benar dengan melaksanakan
kegiatan Sanitasi Rumah Sakit.
Aspek pengelolaan limbah telah
berkembang pesat seiring lajunya pembangunan. Konsep lama yang lebih menekankan
pengelolaan limbah setelah terjadinya limbah (end-of-pipe approach) membawa
konsekuensi ekonomi biaya tinggi. Kini telah berkembang pemikiran pengelolaan
limbah dikenal sebagai Sistem Manajemen Lingkungan. Dengan pendekatan sistem
itu, tak hanya cara mengelola limbah sebagai by product (output), tetapi juga
meminimalisasi limbah. Pengelolaan limbah RS ini mengacu Peraturan Menkes No
986/Menkes/Per/XI/ 1992 dan Keputusan Dirjen P2M PLP No HK.00.06.6.44,tentang
petunjuk teknis Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit. Intinya penyelamatan anak
harus di nomorsatukan, kontaminasi agen harus dicegah, limbah yang dibuang harus
tak berbahaya, tak infeksius, dan merupakan limbah yang tidak dapat digunakan
kembali.
Rumah sakit sebagai bagian
lingkungan yang menyatu dengan masyarakat harus menerapkan prinsip ini demi
menjamin keamanan limbah medis yang dihasilkan dan tak melahirkan masalah baru
bagi kesehatan di Indonesia.
Semestinya lingkungan rumah sakit
menjadi tempat yang mendukung bagi pemulihan kesehatan pasien sebagai
“Environtment of Care” dalam kerangka “Patient Safety” yang dicanangkan oleh
organisasi kesehatan dunia WHO. Oleh karena itu rumah sakit harus bersih dan
bebas dari sumber penyakit. Kebersihan yang dimaksud adalah keadaan atau
kondisi yang bebas dari bahaya dan resiko minimal bagi terjadinya infeksi
silang.
Rumah sakit juga harus menjadi
contoh bagi masyarakat untuk membudayakan kebersihan dan upaya peningkatan
kebersihan rumah sakit harus terus-menerus dilaksanakan dengan menggiatkan
program supervisi, monitoring dan evaluasi agar kebersihan dapat dipertahankan
dan ditingkatkan dari waktu ke waktu.
DAFTAR
PUSTAKA
1.Arifin, M., 2008, ‘Pengaruh Limbah Rumah Sakit
Terhadap Kesehatan’, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia,
2.Depkes RI 2009 , ’Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan Lainnya’. Jakarta
3.Kusminarno, K., 2004, ‘Manajemen Limbah Rumah
Sakit’, Jakarta
4.Nainggolan, R., Elsa, Musadad A., 2008, ‘Kajian
Pengelolaan Limbah Padat Medis Rumah Sakit’, Jakarta
5.Notoadmodjo, S., 2007, ‘Ilmu Kesehatan
Masyarakat’, Rineka Cipta, Jakarta
6. Paramita, N., 2007, ‘Evaluasi Pengelolaan Sampah
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto’, Jurnal Presipitasi Vol. 2
No.1 Maret 2007, Issn 1907-187x, Semarang
7.Permenkes RI nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
8.Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal
Kementerian Kesehatan RI.http://www.depkes.go.id
9.Shofyan, M., 2010, ‘Jenis Limbah Rumah Sakit Dan
Dampaknya Terhadap Kesehatan Serta Lingkungan’, UPI
0 komentar:
Posting Komentar