Pengendalian bahan infeksius
Health-care
Associated Infections (HAIs)” merupakan komplikasi yang paling sering terjadi
di pelayanan kesehatan. HAIs selama ini dikenal sebagai Infeksi Nosokomial atau
disebut juga sebagai Infeksi di rumah sakit ”Hospital-Acquired Infections”
merupakan persoalan serius karena dapat menjadi penyebab langsung maupun tidak
langsung kematian pasien. Kalaupun tak berakibat kematian, pasien dirawat lebih
lama sehingga pasien harus membayar biaya rumah sakit yang lebih banyak.
HAIs
adalah penyakit infeksi yang pertama muncul (penyakit infeksi yang tidak
berasal dari pasien itu sendiri) dalam waktu antara 48 jam dan empat hari
setelah pasien masuk rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lainnya, atau
dalam waktu 30 hari setelah pasien keluar dari rumah sakit. Dalam hal ini
termasuk infeksi yang didapat dari rumah sakit tetapi muncul setelah pulang dan
infeksi akibat kerja terhadap pekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
Program
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) sangat Penting untuk melindungi
pasien, petugas juga pengunjung dan keluarga dari resiko tertularnya infeksi
karena dirawat, bertugas juga berkunjung ke suatu rumah sakit atau fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya. Keberhasilan program PPI perlu keterlibatan lintas
profesional: Klinisi, Perawat, Laboratorium, Kesehatan Lingkungan, Farmasi,
Gizi, IPSRS, Sanitasi & Housekeeping, dan lain-lain sehingga perlu wadah
berupa Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
Proses
terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas penjamu,
agen infeksi (pathogenesis, virulensi dan dosis) serta cara penularan.
Identifikasi factor resiko pada penjamu dan pengendalian terhadap infeksi
tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya infeksi (HAIs), baik pada pasien
ataupun pada petugas kesehatan.
Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri
dari:Peningkatan daya tahan penjamu, dapat
pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi hepatitis B), atau pemberian
imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi
yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh; Inaktivasi agen penyebab
infeksi, dapat dilakukan metode fisik
maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah pemanasan (pasteurisasi atau
sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi
air, disinfeksi; Memutus mata rantai penularan. Merupakan hal yang paling mudah
untuk mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya bergantung kepeda
ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan.
Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu
“Isolation Precautions” (Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari 2
pilar/tingkatan, yaitu “Standard Precautions” (Kewaspadaan Standar) dan
“Transmission based Precautions” (Kewaspadaan berdasarkan cara penularan);
Tindakan pencegahan paska pajanan (“Post Exposure Prophylaxis”/PEP) terhadap
petugas kesehatan. Berkaitan pencegahan
agen infeksi yang ditularkan melalui darah atau cairan tubuh lainnya, yang
sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya.
Penyakit yang perlu mendapatkan perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C, dan
HIV.
Oleh
karena itu staff pekerja di Rumah Sakit
harus sesuai standar operasional prosedur (SOP) agar infeksi tidak terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
1.Potter,
P.A, Perry, A.G.Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,Proses, dan
Praktik.Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa : RenataKomalasari,dkk.Jakarta:EGC.2005
2.Potter,
P.A, Perry, A.G.Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,Proses, Dan
Praktik.Edisi 4.Volume 1.Alih Bahasa : Yasmin Asih, dkk.Jakarta : EGC.2005
3.Linda
Tietjen, dkk. 2004. Panduan Pencegahan Infeksi. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
0 komentar:
Posting Komentar